08 April 2013

Filosofi Geladang Pengangkut Air dan Saudaranya


Penonton sepakbola kasual yang lebih terbuai dengan speed dan fancy dribble adalah mereka yang mengacuhkan krusialnya peran seorang holding midfielder” ― Pangeran Siahaan

Tulisan ini sengaja dibuat dengan keringat yang masih sedikit membekas di tubuh selepas bermain di lapangan Vinyl selama 60 menit semata-mata agar aksen dan aura permainan si kulit bundar masih berasa di kepala ― meski saya tadi bermain futsal bukan sepakbola. Sedangkan judul dipilih karena pertama, saya begitu memuja salah satu peran dalam permainan sepakbola ini, bukan gara-gara saya sering menonton Liga Indonesia karena komentator selalu menyebut gelandang tengah dengan sebutan tersebut. Kedua, saya gagal mencari kombinasi judul yang lebih seksi.

Sebelumnya saya ada pertanyaan buat anda pecinta sepakbola masih ingat Los Galacticos jilid 1? Sebutan untuk squad Real madrid di pertengahan 2000an yang dipenuhi oleh bintang-bintang lapangan hijau semacam Beckham, Zinedine Zidane, Raul Gonzales, Roberto Carlos, Ronaldo, Luis Figo, dkk saking banyaknya bintang maka tim impian Florentino Perez (Presiden Real Madrid) kala itu dinamai Los Galacticos, alias tim dari galaksi lain. Luar biasa bukan? Tapi siapa yang ingat waktu itu ada nama Claude Mekalele di squad tersebut? Dan anda pasti tak percaya jika keberhasilan Los Galacticos saat itu berkat peran apik Makalele saat itu? Saya rasa anda sepakat dengan saya.

Saking krusialnya peran Makalele, banyak para pengamat sepak bola menyebut peran yang dilakukan di tengah lapangan itu dinamakan Makalele’s Role. Namun Sayang sekali gara-gara Florentino Perez menutup mata atas peran Makalele, menganggap kesuksesan Los Galacticos bukan karena dia, maka Perez lebih memilih menjualnya di bursa transfer. Bisa ditebak yang terjadi setelahnya, permainan Real Madrid cenderung menurun dan harus berada dibawah hegemoni Tiki-Taka Barcelona di Akhir 2000an ― sebelum Xabi Alonso datang ke Santiago Barnebeu.

Rupanya tak hanya Makalele yang terpaksa hidup dibawah bayang-bayang Beckham-Zidane-Figo, ada banyak pemain dalam posisi ini yang cukup ‘inferior’, seperti: Lucas Leiva (bahkan saya yakin anda tak mengenal pemain tim ini) dibawah bayang-bayang Steven Gerrard. Sergio Busquets, kerap under-appreciated dibanding trio Xavi-Iniesta-Messi. Carrick yang dianggap kalah tenar dibanding Nani, Rooney, Van Persie. Atau Luis Gustavo yang dianggap kalah kelas dibanding Mueller, Robben, Ribbery. Tapi percayalah mereka bukan pemain figuran.

Dalam sepakbola kebanyakan orang pasti akan lebih mengenal posisi daripada peran. Meski keduanya hampir sama tetapi secara filosofi keduanya berbeda, seperti guru dan mengajar, kadang kita melihatnya sebagai suatu hal yang sama, tapi sadarkah bahwa guru itu adalah sebuah profesi sedangkan mengajar adalah salah satu yang dilakukan oleh guru. Sama seperti nama-nama asing yang di cetak tebal dibawah ini, 5 item itu adalah peran yang dilakukan oleh seorang atau lebih di sepakbola modern yang berposisi sebagai gelandang bertahan tengah atau Defensive-Midfielder-Cente (DMF).

Holding Midfielder
Holding midfielder nama keren dari judul tulisan saya diatas adalah posisi yang melakukan semua pekerjaan yang berat dan membiarkan pemain di posisi lain untuk mengklaim semua kejayaan, perannya sering tak terlihat oleh penonton. Peran inilah yang dilakukan Xabi Alonso, Makalele, Carrick dan Busquets. Ketiganya adalah poros dalam timnya masing-masing. Tugasnya adalah menjaga keseimbangan tim dengan markingnya, menghambat serangan lawan dengan tackel dan intersep brilliant, dan biasanya mereka jarang naik ke area 2/3 lapangan.

Box-to-box Midfielder
Ini nama paling keren dan sukses membuat saya untuk banyak mencari tahu tentang peran yang satu ini. Dinamakan Box-to-Box Midfielder karena ruang geraknya dari kotak penalti sendiri sampai kotak penalti lawan, alias dari kotak ke kotak. Hampir sama dengan holding Midfielder namun areanya yang lebih luas membuat peran ini membutuhkan skill yang sedikit lebih kuat dibanding Holding Midfielder. Contoh pemain tipe ini adalah Tom Cleverley, Raul Meireles, dan Steven Gerrard.

Ball Wining
Kalo yang ini perpaduan atara Holding Midfielder dan Box-to-box midfielder, tugasnya mengobrak-abrik permainan lawan (bukan mengobrak-abrik permainan sendiri). Karena tugasnya untuk mencari bola dan memenangkan duel, butuh fisik yang oke, dan body balance mumpuni. Biasanya pemain tipe ini cenderung terlihat kasar, padahal sejatinya tidak. Contoh yang terkenal adalah: Roy Keane, Gattuso, dan De Jong  ― yang terkenal dengan tendangan maut nya ke dada Xabi Alonso di final piala dunia 2010 lalu.

Deep Lying Playmaker
Jika nama-nama diatas dianggap sebagai saudara maka Deep Lying Playmaker adalah anak bungsu. Posisi ini merupakan hasil eksperimen dari profesor Carlo Ancelotti ― sebut saja demikian, pada sepakbola modern belum lama ini. Contoh sukses dari peran ini adalah Andrea Pirlo, bahkan saking suksesnya banyak yang menyebut Pirlo’s Role. Lalu apa yang beda dengan yang lain? Sebagai sama sama anak bungsu saya menyebut posisi ini sebagai posisi yang paling genius, karena posisi pemain ini berada tepat didepan konfigurasi pemain belakang (biasanya dipakai pada formasi 3-5-2 atau 4-1-4-1, dan modifikasinya). Belum selesai, dianggap jenius karena pemain tipe ini mampu mengatur permainan bahkan jauh dari lini belakang. Semacam Professor James Moriarty sebuah karakter dalam Sherlock Holmes yang mampu mengatur segala sesuatunya dari jauh. Suksesor Pirlo kemungkinan adalah Veratti dan peran David Beckham pada saat melawan Barcelona minggu lalu, keduanya juga dilatih oleh Carlo Ancelotti.

Double Pivot
Nama terakhir ini sebenarnya bukan peran seorang pemain tengah bertahan, namun sebutan kombinasi dari dua orang yang menjadi otak permainan dalam formasi sepak bola modern 4-2-3-1. Formasi yang populer 5 tahun terakhir ini berkat penampilan apik Timnas Spanyol dan Jerman di EURO 2008, Piala dunia 2010, dan EURO 2012. Pada gelaran tersebut baik Timnas Spanyol maupun Jerman menggunakan kombinasi 2 poros, hasil mutasi dari beberapa peran diatas. Aktornya tentu saja adalah Khadiera-Schweinsteiger dan Alonso-Busquets. Atau di level club ada Gustavo-Schweinsteiger yang sukses membawa Bayern Munich prematur gelar musim ini. Oh ya, kita patut berbangga hati karena Timnas Indonesia (yang sering menggunakan formasi 3-5-2) sering menggunakan dua poros. Kombinasinya adalah Bustomi-Firman Utina, atau kemarin sewaktu melawan arab saudi ada Ponaryo-Wanggai. Sedang imajinasi saya untuk double-pivot adalah memadukan dua pemain idola saya Michael Carrick dan Bastian Schweinsteiger di lini tengah Manchester United.

Pada akhirnya inti dari tulisan saya ini adalah saya sangat terobsesi ingin menjadi poros permainan, karena Holding Midfielder bukan soal skill sepakbola tapi visi pemain, meski saya harus merelakan ketenaran dan apresiasi ― tak hanya dalam dunia sepakbola. 

0 komentar:

Post a Comment