11 April 2013

UCL 2013: EURO 2008 atau PD 2010?



Apakah kamu pergi ke stadion di menit-menit terakhir pertandingan, dan melihat papan skor, lalu pergi? Kamu akan menonton 90 menit, dimana itu bernama proses. Anda tidak dapat melakukan validasi proses melalui hasil. Manusia cenderung untuk memuja apa yang selesai dengan baik, bukan apa yang telah dilakukan dengan baik”  – Manajer sepakbola Spanyol, Juanma Lillo

Saya selalu mengawali dan mengahiri tulisan dengan kutipan, padahal seluruh batang tubuh tulisan saya juga merupakan kutipan dari pengetahuan saya di berbagai sumber, tapi kutipan orang terkenal bisanya akan menjadikan saya terlihat lebih cerdas, lebih tau dari orang lain, padahal sama sekali tidak. Oh iya, kutipan diatas saya unduh, dengan sengaja dari penulis jiplakan saya, Pangeran Siahaan, karena saya sering menjiplak tulisan beliau ― harusnya saya punya jiplakan lain.

Berhubung kemaren saya berkicau “Jika Bayern dan Barcelona lolos nanti malam saya sudah menyiapkan tulisan: When duo Germany meets duo Spain” kali ini saya jadi merasa berhutang kepada siapapun yang sempat membaca kicauan saya itu, meski saya yakin tulisan ini tak akan dicari oleh pembaca kicauan saya tersebut.

Perempatfinal Liga Champions Eropa 2013 baru saja berakhir tadi pagi. Bayern Munich dan Barcelona tak mau ketinggalan rival domestiknya dan akhirnya memutuskan untuk menyusul Real Madrid dan Dortmund yang lebih dulu lolos sehari sebelumnya. Barcelona yang merupakan peserta kuis yang selalu berteriak “Pass.. Pass.. Pass...” terlebih malam itu Xavi yang menorehkan 100 Pass Completed ketika dilontarkan pertanyaan itu kembali menunjukan bahwa dirinya manusia biasa jika sang “Tuhan” berada di bangku cadangan. Sedangkan para bintang Holywood asal Jerman sekali lagi membuktikan pada Si Nyonya Tua memiliki satu aktor Holywood seperti Chuck Norris (baca: Andra Pirlo) saja tidaklah cukup. Hari sebelumnya, neraka buatan di Ali Samiyen Turki gagal meloloskan tuannya meski berhasil mengalahkan tim terbaik abad ini, Real Madrid. Drama yang lain terjadi di Malaga, ketika tuan rumah sudah hampir berpesta ketika pertandingan telah berusia 90 menit, namun gelontoran 2 gol dari tim tamu sesudah itu memupus kans kerajaan Spanyol di semifinals.

Jika pada awalnya kejuaraan antar klub lambang supremasi kekuatan sepakbola eropa ini diikuti oleh 53 negara, kini tersisa 2 negara saja di babak semifinal. Bagi sebagian orang perhelatan ini terasa tidak adil tapi bagi saya ini adalah hasil yang paling rasional, potret dua negara yang sukses dalam pembinaan Sepakbolanya ― sepertinya pada paragraf ini dan paragraf seterusnya bakal lebih serius daripada skripsi saya, mungkin tertukar.

Saya sebut sukses karena keduanya memiliki masterplan sepakbola jangka panjang yang hebat. Perjalanan keduanya menjadi dua negara sepakbola terhebat di eropa saat ini ― bahkan didunia jika saya tak berlebihan, adalah sebuah perjalanan panjang. Yang menarik, percayakah kalau keduanya berhubungan?
Jerman menjadi salah satu negara yang terkenal spesialis turnamen itu dari sejak jerman barat dan jerman timur bersatu, telah begitu melegenda. Spanyol juga, tapi ditulisan ini saya lebih tertarik untuk membahas Jerman dan Spanyol di zaman sepakbola modern.

Kalau di suruh menunjuk siapa tokoh sepakbola Jerman yang bisa membawa ke generasi emas 5 tahun terakhir ini, saya memilih Jürgen Klinsmann. Pelatih yang gaya nya kini ditiru oleh Nil Maizar itu, telah membawa sepakbola jerman modern hingga sangat disegani baik di level klub maupun tim nasional ― tanpa mengesampingkan peran suksesornya Joachim Loew. Klinsmann, yang melatih Timnas tahun 2004-2006 itu, sukses bekerjasama dengan federasi sepakbola Jerman untuk menelurkan masterplan sepakbola jangka panjang. Salah satu point dalam masterplan tersebut adalah memaksa setiap tim di Bundesliga mengetahui strategi dan dan visi Timnas Jerman. Jadi saat itu cetak biru pengembangan Timnas Jerman yang dirancang Klinsmann di copy ke setiap club yang ada di Bundesliga. Hasilnya efektivitas latihan Timnas Jerman, dan padunya para pemain yang dipanggil ke Timnas. Siapapun yang dipanggil membela Timnas, sudah pernah tau dan bisa mempraktekkan strategi Jurgen Klinsmann karena ‘kurikulum’ nya sudah diajarkan di level klub ― tim boleh berganti-ganti tapi masterplan tak pernah berganti.

Point kedua, sukses nya sepakbola Jerman sekarang adalah buah dari suksesnya federasi sepakbola Jerman mengelola kurang lebih 27 level liga yang ada di Jerman dari Bundesliga paling yang kita kenal sampai liga tarkam yang paling amatir. Bisa dibayangkan federasi Jerman memiliki 27 level, sedangkan PSSi cuma ada 3-4 level, itupun nyaris berantakan.

Lalu bagaimana dengan Spanyol? Ternyata usut-punya-usut, terobosan yang dilakukan oleh Klinsmann di Jerman adalah hasil copy-paste dari akademi La Masia, Spanyol. Akademi yang kini menjelma menjadi akademi sepakbola paling terkenal di dunia, berkat alumni nya yang bertebaran di skud Barcelona kini. Klisnmann terinspirasi strategi yang dilakukan oleh akademi La Mesia tersebut, kemudian ia belajar banyak untuk diterapkan di level timnas ―Lantas, apa yang dilakukan Pep Guardiola di Jerman tahun depan? Apakah ingin mencuri kembali strategi yang dimiliki Jerman?

Untuk sementara ini, kita kesampingkan persaingan ketat keduanya di level tim nasional, kita nikmati saja dulu Bagaimana Bayern Munich, Real Madrid, Barcelona, dan Dortmund berjibaku menjadi yang terbaik di Eropa. Namun yang jadi pertanyaan bagai mana skenario selanjutnya, mengingat drawing baru akan dilakukan esok?

Sembari menerka-nerka lawan, sebenarnya skenarionya hanya ada 2 yaitu seperti EURO 2008 atau PD 2010? EURO 2008 dimana Jerman bertemu Spanyol di Ernst-Happel-Stadion, Vienna, saat final kejuaraan tersebut atau kejadian di Afrika Selatan yang berulang, ketika Jerman bertemu Spanyol di Semifinal? Yang paling penting jika di dua perhelatan akbar Jerman jadi pesakitan Spanyol, saya berharap Jerman bisa membalasnya di level klub, tahun ini. Feeling saya berkata demikian.

Mari kita nantikan saja hidangan penutup ini, akhirnya "What enriches you is the game, not the result. The result is a piece of data..."

Selesai

Entah kenapa malam ini terasa sangat letih sekali, semoga kualitas tulisan juga tak terkorelasi. Dan semoga ini juga bukan pertanda energi saya sudah hampir habis. Maaf.

0 komentar:

Post a Comment