“Sesungguhnya dari mata ini keluar kotoran, dari hidung ini keluar
kotoran, dari mulut ini keluar kotoran, dari telinga ini keluar kotoran, dan
dari seluruh lubang-lubang ditubuh ini keluar kotoran, mana mungkin benda yang
senantiasa mengeluarkan kotoran ini layak untuk menyombongkan diri?” ― Khatib
Sholat Ied Fitri, satu bulan yang lalu.
Beberapa hari yang lalu saya
dituduh telah melakukan sebuah kesombongan yang terencana. Saya dianggap tidak
mengakui sebuah proses yang dilakukan orang lain dan melakukan pembenaran atas
kesalahan yang telah saya perbuat itu. Benak saya pun berontak, kesombongan
saya yang manakah yang saya lupakan?
Berangkat dari sanalah saya
mencoba untuk mengadakan sebuah kajian ilmu kesombongan.
Langkah pertama yang saya lakukan
adalah mencari definisi sombong yang ada.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia
Sombong diterjemahkan sebagai: Menghargai diri secara berlebihan; congkak;
pongah: tabiatnya agak aneh, sebentar - sebentar rendah hati ― saya tak tau
maksud frasa yang terakhir ini dalam terjemahan tersebut.
Lebih lanjut dari aspek
spiritual-relegius, sombong juga telah dibahas mendalam oleh Nabi Muhammad SAW.
Dalam hadist yang diriwayatkan oleh Tarmidzi dan Muslim disebutkan bahwa: Sombong
adalah perbuatan melecehkan orang lain dan menolak kebenaran.
Dalam kontek psikologi yang
sempat sedikit saya pelajari adalah mekanisme pertahanan ego. Sebuah strategi
psikologis yang dilakukan seseorang, sekelompok orang, atau bahkan suatu bangsa
untuk berhadapan dengan kenyataan dan mempertahankan citra-diri. Mekanisme
tersebut menjadi patologis bila penggunaannya secara terus menerus membuat
seseorang berperilaku maladaptif sehingga kesehatan fisik dan atau mental orang
itu turut terpengaruhi. Kegunaan mekanisme pertahan ego adalah untuk melindungi
pikiran/diri/ego dari kecemasan, sanksi sosial atau untuk menjadi tempat
"mengungsi" dari situasi yang tidak sanggup untuk dihadapi.
Saya menduga ada suatu pemahaman
yang tertukar antara konsep kesombongan dengan mekanisme pertahanan ego. Proyeksi
misalnya, merupakan sebuah mekanisme pertahanan ego yang paling mudah dilihat,
yaitu ketika orang memproyeksikan apa yang ada atau dirasakan orang lain kepada
dirinya, atau sebaliknya (seperti: Bukan aku kok yang suka, tapi dia yang suka
padaku). Saya khawatir orang tertukar menamakan proyeksi sebagai kesombongan, atau
kesombongan diterjemahkan sebagai proyeksi.
Bagaimana dengan kesombongan yang
tak di sengaja?
Tidak semua orang bisa melihat dan
merasakan apa yang telah mereka lakukan dengan sadar. Hanya orang yang memiliki
kecerdasan intrapersonal-lah yang dapat melihat kedalam diri sendiri dengan
baik dan melakukan pemaknaan terhadap segala aktivitasnya dengan baik pula. Sedangkan saudara kandung kecerdasan ini, adalah kecerdasan interpersonal, orang yang mempunyai kemampuan
memahami dan membedakan suasana hati, kehendak, motivasi dan perasaan orang
lain. Mereka tak selalu melakukan semuanya dengan benar namun dapat melihat
orang lain melakukanya dengan benar. Contoh orang yang memiliki kedua
kecerdasan ini adalah orang yang sering mengucapkan kalimat kutip-able, mereka tau apa yang ada didalam
dirinya dan mereka sadar apa yang terjadi pada orang lain. Tanyakan bab perihal kesombongan pada mereka pasti mereka akan menjawabnya dengan mudah.
Banyak orang memvonis orang lain
sombong, padahal dirinya juga bisa dinilai orang lain sebagai orang sombong.
Bahkan banyak orang tidak tahu bahwa, orang yang merasa dirinya tidak sombong
justru orang yang sombong. Pada saat saya berhenti mengetik kalimat ini bisa jadi
saya telah mengucapkan sebuah kesombongan.
Pada akhirnya saya selalu takut
pada kesombongan, saking takutnya, saya dapat mengingat raut wajah khatib yang berkhotbah sebagaimana tertulis di awal tulisan ini. Bak pisau bermata
dua, kesombongan bisa menjadi pertahanan diri sekaligus penyandera realitas. Saya
selalu takut kesombongan akan merubah jalan hidup, bukankah kita sering
mengalami kejadian yang seharusnya tak terjadi namun terjadi karena kita
sombong. Saya tak meneruskan bahasan ini karena takut Vicky mengutuk saya
karena telah mempertakut khalayak.
"Mending sombong terang-terangan, dosanya tunggal. daripada nge-low profile tapi hatinya sombong. Dosanya ganda, dosa sombong dan dosa munafik" - Soejiwotedjo
"Mending sombong terang-terangan, dosanya tunggal. daripada nge-low profile tapi hatinya sombong. Dosanya ganda, dosa sombong dan dosa munafik" - Soejiwotedjo
Semoga Tuhan mengampuni
kesombongan-kesombongan yang tak (sempat) terucap. Termasuk tulisan saya pagi ini.
0 komentar:
Post a Comment