21 June 2013

Sebuah Pembelaan, Bantahan, dan Pembenaran

Ngapain sih kamu nulis-nulis tentang migas dan subsidi BBM, ada untungnya buat kamu?”  - Anonim

Pertanyaan diatas bagi saya cukup untuk mengerutkan dahi. Bukan karena jawaban dari pertanyaan itu merupakan suatu yang hanya bisa dibahas dengan proses berpikir panjang, layaknya ketika menjelang pemilihan tema untuk skripsi saya, atau ketika memutuskan siapa yang akan menjadi pasangan hidup saya kelak, atau bahkan hanya untuk memutuskan memakai baju apa ketika saya pergi ke kampus ― tak serumit dan selama itu.

Bagi saya membuat tulisan tentang migas itu tak lebih dari sekedar preferensi saya saja. Orang di desa saya menyebut: “pokok e asal seneng”. Menulis mengenai migas dan energi tak menjadikan saya bisa langsung direkrut oleh perusahaan energi  multi-nasional, yang kemudian membayar saya dengan gaji puluhan juta rupiah per bulan sehingga saya bisa dengan mudah membeli rumah dengan lengkap dengan Toyota Fortuner-nya di garasinya, Smart TV untuk menonton Liga Inggris dan National Geographic di ruang keluarga, pendingin ruangan yang sejuk di tiap kamar tidurnya, dan water heater di kamar mandinya sehingga saya tak perlu menggigil tiap pagi, seperti apa yang saya impikan. Dunia tidak semudah itu.

Pertanyaan diatas juga mungkin sama seperti halnya jika saya ditanya tentang sepakbola: “Kenapa sih kamu suka banget sama sepakbola dan tampak sangat bahagia diatas lapangan futsal?” Saya tidak mungkin menjawabnya dengan transmisi seperti ini: jika saya menyukai sepak bola, saya akan bahagia ketika bermain futsal, ketika saya bahagia, besar kemungkinan saya akan menampilkan kemampuan terbaik saya, alhasil banyak pemandu bakat yang tertari pada saya, lalu tak lama kemudian saya akan bisa menjadi pemain sepakbola atau futsal profesional, pada akhirnya saya akan menjadi aristokrat sepakbola seperti David Beckham ― yang mempunyai istri cantik dan seksi juga. Saya tak mempunyai mimpi sejauh itu.

Membuat tulisan migas dan bermain futsal hanyalah kesenangan yang bisa saya lakukan sekarang. Persoalan nanti saya bisa bekerja di perusahaan migas atau menjadi pemain sepakbola profesional itu urusan Tuhan. Apa yang terjadi di masa depan saya itu urusan nanti. Ini hanya bumbu perjalanan hidup saya saja seperti interest saya yang lain, yang bisa saja berganti kelak dikemudian hari ― sebelum tertarik dunia pertambangan saya tertarik menjadi arsitektur, pernah juga ingin menjadi motivator.

Oh iya, soal kenaikan harga BBM yang baru saja diumumkan oleh pembantu-pembantu presiden dan harga penyesuaian harga resmi berlaku satu jam lagi, saya pribadi tidak pernah mendukung seratus persen. Saya juga tak menolaknya. Bagi mahasiswa semester akhir yang apa-apa serba susah dan dihadapkan status pengangguran beberapa bulan yang akan datang, kenaikan harga BBM bukanlah hal yang menyenangkan ― seperti kenaikan harga tiket konser bagi penggila live music. Karena bagi saya ketika harga BBM naik, berarti real income saya berkurang. Sungguh hal yang memalukan jika saya meminta tambahan uang saku hanya karena harga BBM naik. Namun entah kenapa kepala saya lebih menerima logika kenaikan harga ketimbang sebaliknya. Saya juga memilih untuk tidak menggunakan alasan karena desain dari Amerika, IMF atau konspirasi Yahudi untuk sebuah logika yang susah dicerna.

Sekali lagi, melakukan dan menjelaskan itu suatu hal yang berbeda. Kadang saya tak melakukan sesuatu dengan benar dan kadang saya tak mengatakan dengan benar.

Mungkin jika saya dipaksa untuk menjawab pertanyaan di awal tulisan ini, saya akan menjawab: karena saya ingin berbagi apa yang saya ketahui, bukankah sudah menjadi kewajiban kita untuk menyampaikan apa yang saya anggap benar? Tidak ada pemaksaan untuk mengikuti pendapat saya.

Sebenarnya sih belum ada yang berani bertanya hal itu kepada saya. Tulisan ini hanya mengada-ada.

"Dunia menjadi semakin buruk bukan karena orang-orang tolol yg terlalu banyak, tapi karena orang-orang pintar memilih berdiam diri" – Tirta

0 komentar:

Post a Comment