23 March 2013

Timnas’s Day: Too Much Expectation


Pagi ini saya menyempatkan diri menonton ISL (bukan Indonesia Super League) Imagama Super League, semacam kejuaraan Futsal antar angkatan dalam satu jurusan di kampus saya. Saya langsung teringat beberapa waktu yang lalu ketika Tim saya memenangi kejuaraan yang serupa tapi beda jurusan untuk ke tiga kalinya dalam tiga tahun pertama penyelenggaraan. Hatrick gelar itu terasa sangat spesial, bagi saya, salah satu dari tiga pemain yang selalu berada di tim yang sama selama tiga tahun itu. Sungguh sebuah simbol konsistensi dan dominasi. Saya merindukanya  ― bahkan saya ingin memenanginya untuk kali keempat dengan tim yang sama.


Tapi sekarang saya tak akan membahas perjalanan tim Futsal saya, karena terlalu menarik bagi saya, tapi saya yakin sangat tidak menarik buat anda.

Sesuai judul, kali ini saya akan membahas mengenai Timnas yang beberapa jam lagi akan bertanding melawan Timnas Arab Saudi di stadion kebanggan indonesia, Gelora Bung Karno. Euforia pertandingan yang sudah lama tak terdengar di GBK nanti malam dipastaikan akan meledak kembali. Sayapun sebenernya ingin sekali menyanyikan lagu Indonesia raya bersama para pemain, official dan puluhan ribu pendukung Timnas Indonesia langsung di dalam stadion itu. Namun, karena tak saya persiapkan sejak jauh-jauh hari, sayapun dengan berbesar hati harus bersabar menantikan euforia Timnas selanjutnya.

Euforia dan kerinduan terhadap Timnas Indonesia akan selalu menjadi kekuatan yang cukup besar bagi bangsa ini. Bahkan jika saya tak berlebihan, fenomena timnas ini telah menjadi pemersatu bangsa dan pematik nasionalisme yang cukup ampuh. Ingatkah pada kejuaraan AFF beberapa tahun silam, saat Timnas asuhan Alfred Riedl mendadak menjadi Trending Topic di situs jejaring sosial, memenuhi layar kaca dan surat kabar indonesia, para politikus dan pemimpin negeri ini sibuk menggelar acara nonton bareng Timnas. Sampai akhirnya Timnas harus puas menjadi runner-up karena dianggap telah di eksploitasi secara berlebihan.

Saya tidak akan membahas starting line-up lagi, karena pernah saya tulis beberapa hari yang lalu. Saya lebih tertarik untuk membahas prediksi jalanya pertandingan nanti malam. Sebagai pertandingan antara dua negara yang mempunyai perbedaan 60 peringkat di FIFA World Rank yang dirilis 14 Maret lalu, indonesia di peringkat 166 dunia sedangkan arab saudi di peringkat 106 dunia  ― meski semuanya sepakat pertandingan sepak bola tak melulu soal peringkat.

Saya tidak akan memprediksi seperti gubernur baru DKI jakarta, Joko Widodo yang akrab dipanggil dengan Jokowi, dimana beliau memprediksi Timnas Indonesia bakalan menang 10-0 atas Arab Saudi ― meski bukan tidak mungkin tapi angka itu lebih merupakan sebuah prediksi yang menunjukan level ketidaktahuan nya terhadap sepakbola. Atau prediksi dari Wimar Witoelar, juru bicara Presiden Republik Indonesia pada era pemerintahan Abdurrahman Wahid, beliau berujar jika beruntung indonesia bisa membawa pulang satu point atau bahkan tiga poin skaligus. Prediksi tokoh terakhir yang saya kutip adalah prediksi dari tokoh idola saya Dahlan Iskan. “Saya kira Arab saudi sudah tak sehebat dulu, jadi saya memprediksi Indonesia bisa mengatasi perlawanan Arab Saudi, yaa mungkin hanya 1 – 0 atau 2-1 bisa lah”

Berbeda dengan prediksi para tokoh diatas, saya memprediksi Timnas Indonesia akan kalah dengan Arab Saudi. Menilik Rekor head to head Indonesia vs Arab Saudi: 11 laga, 1 imbang, 10 kalah. Gol: 4-32, maka sulit mengatakan Indonesia bisa superior terhadap Arab Saudi meski, disana para TKW dan TKI indonesia seringkali disiksa jadi anggaplah ini sebagai pembalasan. Prediksi Pak Dahlan Iskan juga ada benarnya, Arab Saudi sudah tak sehebat dulu, tapi saya juga bisa berkilah, Indonesia sekarang juga demikian Pak. Sulit untuk melakukan pembelaan bahwa dengan bermain di GBK tim yang baru terbentuk dan dilatih oleh Coach RD seminggu yang lalu itu bisa berbuat banyak nanti malam.

Selama paradigma pengelola Timnas hanya fokus pada setiap kejuaraan saja ― baru dibentuk beberapa bulan atau minggu menjelang kejuaraan dan setelah itu dibubarkan kembali, sulit untuk mengatakan timnas kita bakalan sukses. Di negara-negara yang sudah maju sepak bola Timnas itu dibentuk bukan untuk kejuaraan, tapi untuk selamanya, jadi di luar sana tidak ada istilah pembubaran timnas. Pemain boleh keluar-masuk sesuai panggilan pelatih, tapi Timnas tetaplah sama dari masing-masing kejuaraan, bukan Timnas yang menyesuaikan pemain atau kejuaraan, tapi pemain yang harus menyesuaikan dengan Timnas dan kejuaraan (baca: tidak mulai dari nol lagi).

Yaa pada akhirnya prediksi saya tidak jauh beda dengan prediksi Wimar Witoelar, namun kalo Wimar bilang “Indonesia kalau beruntung bisa dapat satu poin atau bahkan kalo sangat beruntung bisa dapat tiga poin”, prediksi saya indonesia kalo beruntung bisa kemasukan 1-3 gol, tapi kalo tidak beruntung bisa lebih dari itu. Cukup tragis memang. Bahkan kemaren saya mencoba simulasi bermain PES 2013, Indonesia vs Arab Saudi, hasilnya 0-3 untuk negara minyak.

Pangeran Siahaan pun dalam tulisanya berujar “Awalnya skeptis, lalu muncul harapan, timbul berbagai elemen pendukung yang mempertegas harapan, lalu kita mulai bertanya apa memang ini saatnya harapan terhadap tim sepak bola kita terpenuhi. Inikah saatnya kita akan menang? Lalu kita mulai memanjatkan doa. Kita yakin sampai di sana. Lalu saat optimisme sedang membubung tinggi, dengan sekali kibasan sepak bola menghempaskan kita. Semakin tinggi harapan kita di awal, semakin keras kita terjatuh.”

Tapi, behubung ini Timnas Indonesia yang main, dan prediksi tak harus sama dengan harapan, saya berharap hari minggu besok Headline surat kabar dan televisi di Indonesia adalah “Titik Balik Sepak Bola Indonesia” atau “Garuda Berjaya” atau bahkan “Luar Biasa, Indonesia!”

Semoga.

0 komentar:

Post a Comment